Beranda | Artikel
Khiyar (Memilih)
Kamis, 31 Agustus 2023

KHIYAR (MEMILIH)

Hikmah disyari’atkan Khiyar
Khiyar dalam jual beli termasuk dari keindahan Islam. Karena  terkadang terjadi jual beli secara mendadak tanpa berpikir dan merenungkan harga dan manfaat barang yang dibeli. Karena alasan itulah, Islam memberikan kesempatan untuk mempertimbangkan yang dinamakan khiyar, keduanya bisa memilih di sela-selanya yang sesuai salah satu dari keduanya berupa meneruskan jual beli atau membatalkannya.

Dari Hakim bin Hizam Radhiyallahu anhu ia berkata: ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

عن حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُولُ الله- صلى الله عليه وسلم-: «البَيِّعَانِ بِالخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا، أوْ قال: حَتَّى يَتَفَرَّقَا، فَإنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا، وَإنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا». متفق عليه.

“Dua orang yang melakukan jual beli mempunyai hak memilih selama keduanya belum berpisah, ‘atau beliau bersabda: ‘sampai keduanya berpisah. Maka jika keduanya benar dan menjelaskan, niscaya diberi berkah untuk keduanya dalam transaksi keduanya, dan jika keduanya menyembunyikan dan berdusta, niscaya dihapus berkah jual beli keduanya.” (Muttafaqun ‘alaih).[1]

Pembagian-pembagian Khiyar.
Khiyar terdiri dari beberapa bagian, di antaranya adalah.

  1. Khiyar majelis: dan ia ada pada jual beli, berdamai, sewa-menyewa, dan selainnya dari penukaran yang tujuannya adalah harta. Ia adalah hak dua orang yang melakukan jual beli secara bersamaan. Dan waktunya adalah dari saat transaksi sampai berpisah dengan badan. Jika keduanya menggugurkannya, gugurlah ia. Jika salah satu dari keduanya menggugurkannya, niscaya tersisa khiyar yang lain. Maka apabila keduanya berpisah, terjadilah jual beli. Dan haram berpisah dari majelis karena takut ia mengundurkan diri.
  2. Khiyar syarat: yaitu dua orang yang melakukan jual beli atau salah satunya mensyaratkan khiyar hingga masa yang sudah diketahui, maka sah syarat itu, sekalipun lama. Masanya dari saat transaksi hingga berakhirnya masa yang disyaratkan. Dan apabila berlalu masa khiyar dan yang mensyaratkan tidak membatalkan penjualan, niscaya tetaplah jual beli. Dan jika keduanya memutuskan khiyar saat masa itu, niscaya batalah, karena hak untuk keduanya.
  3. Khiyar perbedaan penjual dan pembeli: seperti jikalau keduanya berbeda pada kadar harga, atau benda yang dijual, atau sifatnya, dan tidak ada saksi, maka ucapan adalah ucapan penjual disertai sumpahnya, dan pemberi diberi pilihan antara menerima atau membatalkan.
  4. Khiyar ‘aib: yaitu sesuatu yang mengurangi nilai yang dijual. Apabila (seseorang) membeli suatu komoditi dan ia menemukan cacat padanya, maka boleh memilih (khiyar), bisa jadi ia mengembalikannya dan mengambil harganya, atau menahannya dan mengambil tambalan cacat itu. Maka dinilai komoditi yang tanpa cacat, kemudian dinilai yang cacat dan ia mengambil perbedaan di antara keduanya. Dan jika keduanya berbeda pendapat di sisi siapa terjadinya cacat itu seperti pincang (bagi binatang), dan rusaknya makanan, maka ucapan (yang diterima adalah) ucapan penjual diserta sumpahnya, atau keduanya saling mengembalikan.
  5. Khiyar ghubn (penipuan, kecurangan): yaitu pembeli atau penjual melakukan penipuan/kecurangan pada komoditi, kecurangan yang keluar dari kebiasaan atau ‘uruf. Hukumnya adalah haram. Apabila seseorang merasa dicurangi, maka ia mempunyai hak khiyar di antara menahan dan membatalkan, seperti orang yang tertipu dengan orang yang menghadap rombongan (yang mau memasuki pasar), atau tambahan orang yang meninggikan harga (najisy) yang tidak ingin membeli, atau ia tidak mengetahui nilai dan tidak pandai menawar dalam jual beli, maka ia mempunyai hak khiyar.
  6. Khiyar tadlis (penyamaran): yaitu penjual menampakkan (memperlihatkan, memajang) suatu komoditi dengan penampilan yang disenangi padanya, padahal ia kosong darinya. seperti membiarkan laban (susu) di tetek (kambing, sapi, unta) saat menjual supaya pembeli mengira banyak susunya, dan semisal yang demikian itu. Perbuatan ini hukumnya haram. Maka apabila hal itu terjadi, maka ia (pembeli) memiliki hak khiyar di antara menahan atau membatalkan. Apabila ia telah memerah susunya, kemudian mengembalikannya, ia mengembalikan bersamanya satu sha’ kurma sebagai gantian susu.
  7. Khiyar mengabarkan harga apabila nyata perbedaan kenyataan (realita), atau kurang dari yang dia kabarkan, maka pembeli memiliki hak khiyar di antara menahan dan mengambil (harga) perbedaan atau membatalkan. Sebagaimana jikalau ia membeli pulpen dengan harga seratus (100). Lalu datanglah kepadanya seseorang dan berkata, ‘Juallah kepadaku dengan harga pokoknya.’ Ia berkata, ‘Harga pokoknya (modalnya) adalah seratus lima puluh (150).’ Lalu ia menjual kepadanya. Kemudian jelas kebohongan penjual, maka pembeli mempunyai hak khiyar. Dan tetapi khiyar ini pada tauliyah (pemberian hak wali), syarikah (perusahaan bersama), murabahah, muwadha’ah. Dan dalam semua itu, pembeli dan penjual harus mengetahui modal harta.
  8. Apabila telah nampak bahwa pembeli itu susah atau curang, maka pembeli mempunyak hak membatalkan jika ia menghendaki untuk memelihara hartanya.

Bahaya menipu.
Menipu hukumnya haram dalam segala sesuatu, bersama setiap orang, di setiap transaksi. Hukumnya haram pada semua mu’amalah, diharamkan pada semua pekerjaan profesi, diharamkan pada industri, dan diharamkan pada segala akad (transaksi, kontrak), jual beli, dan seliannya, karena mengandung kebohongan dan penipuan, dan menyebabkan pertikaian dan permusuhan.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عن أبي هريرة رضي الله عنه أنَّ رَسُولَ الله- صلى الله عليه وسلم- قَالَ: «مَنْ حَمَلَ عَلَيْنَا السِّلاحَ فَلَيْسَ مِنَّا، وَمَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا». أخرجه مسلم

“Barang siapa yang membawa senjata atas kami (menyerang kami), maka ia bukan dari golongan kami, dan barang siapa yang menipu kami, maka ia bukan dari golongan kami.”  (HR. Muslim).[2]

Iqalah : Yaitu membatalkan transaksi dan kembalinya kedua orang yang melakukan transaksi dengan sesuatu yang miliknya, boleh dengan yang lebih sedikit atau lebih banyak darinya.

Iqalah, sunnah bagi orang yang menyesal dari penjual dan pembeli, yaitu sunnah bagi/pada hak orang yang membatalkan, boleh pada hak yang meminta pembatalan. Dan disyari’atkan apabila menyesal salah seorang yang melakukan jual beli, atau hilang kebutuhannya dengan komoditi, atau tidak mampu atas harga itu, dan semisal yang demikian itu.

Iqalah termasuk perbuatan baik seorang muslim kepada saudaranya apabila ia membutuhkannya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong padanya dengan sabdanya:

مَنْ أَقَالَ مُسْلِماً أَقَالَهُ الله عَثْرَتَهُ يَومَ القِيَامَةِ. أخرجه أبو داود وابن ماجه

“Barang siapa yang memaafkan kepada seorang muslim niscaya Allah SWT memaafkan kesalahannya di hari kiamat.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)[3]

[Disalin dari مختصر الفقه الإسلامي   (Ringkasan Fiqih Islam Bab :  Bab Mu’amalah  كتاب المعاملات). Penulis Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri.  Penerjemah Team Indonesia islamhouse.com : Eko Haryanto Abu Ziyad dan Mohammad Latif Lc. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2012 – 1433]
_______
Footnote
[1] HR. Bukhari No. 2079, ini adalah lafazhnya, dan Muslim No. 1532.
[2] HR. Muslim No. 102.
[3] HR. Abu Daud No. 3460, Shahih Sunan Abu Daud No. 2954, dan Ibnu Majah No. 2199, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan Ibnu Majah No. 1786


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/86831-khiyar-memilih-2.html